Selasa, 22 Januari 2019

GEMBEL KAMPUS: The Series (Part1)

Dialog Hujan dan Tanda Tangan

"Na, cepat! Sudah jam berapa sekarang? Lelet sekali!" Nana memang begitu, wanita yang super ribet bin ayal dan saya lebih setuju dengan hal-hal simpel. Hari masih pagi, 7:15. Sedang kedatangan gerimis. And.. let's begin! Nana sudah siap, serdadu kampus akan melaju, melewati 6 lampu lalu lintas. 30 menit saja. Jika mendesak 18 menit. Tilang? Makanan sehari-hari, mungkin sudah tercatat 6 kali tercicipi. Pelanggarannya bermacam, tetapi menerobos lampu merah yang jadi langganan.

Hei, saya Bella, semester tujuh. Mahasiswa yang tidak dikenali karena tak aktif organisasi. Saat pembelajaran berlangsung, saya lebih suka duduk di belakang, deratan bangku di bawah pendingin ruangan. Jika bosan langsung pasang headset, jika ngantuk langsung tidur saja. Saya hanya bersemangat pada mata kuliah dengan ciri khas dosen yang dikutuk 'the killer' oleh warga kelas, karena saya suka tantangan dan tidak menyenangi topik membosankan. Tidak hanya membuat takut, biasanya dosen-dosen seperti ini selalu punya cara gampang untuk membuat mahasiswa menyerap setiap materi yang diuraikannya. Saya suka. Meski tergolong menjadi mahasiswa malas, nilai saya tidak ada yang mengecewakan. Tidak tinggi, pun tidak rendah. Sejauh ini, masuk katagori cumload. Padahal saya bukan tipikal mahasiswa yang terlalu banyak muka di kelas. Mengumpul tugas tepat waktu, presentasi, menjadi peserta diskusi dgn semestinya, menghafal atau mempraktikan sesuatu saat disuruh, dan ujian. Itu saja. Semua di jalankan hanya terfokus pada standarnya, tidak menuntut untuk melakukannya dengan sempurna. Tidak terobsesi untuk memiliki nilai tinggi. Dan, wanita diboncengan absolut merah yang sedang saya kendarai progresnya setingkat lebih bagus, kadang lebih semangat pun lebih percaya diri. Dan, nilainya tak jauh beda, bahkan angka dibelakang komanya lebih rendah dari angka yang saya miliki. Hihihi...

Nana, panggilan sehari-harinya. Sahabat sekaligus saudara, murid sekaligus guru, pembokat sekaligus majikan, dan kadang jadi psikolog skaligus pasien tetap saya. Kata orang, Nana dan saya seperti kancing dan baju. Entahlah, kenapa tidak memakai perumpamaan lain mungkin piring dan gelas, sendok dan garpu, atau apa. Kami tinggal satu rumah, satu kampus, dan satu kelas, sejujurnya membosankan tiap hari harus memandang wajahnya. Oh ya, saya dan Nana sama-sama hidup di perantauan. Orang tua kami tinggal di desa, dan dari pada kos dengan biaya luar biasa lebih baik di rumah saudara. Kami bisa dengan kompak berboncengan pergi ke kampus dengan mengendarai sebuah sepeda motor.

Saya mengenal Nana 3,3 tahun lalu, saat masuk kampus di hari pertama. Oke sedikit #flashback... Waktu itu, saya dan yang lain duduk di tangga gedung perkuliahan dengan keadaan tidak saling mengenal. Satu diantara kami memulai untuk memperkenalkan diri, yang lain begitu, dan saya juga. Sebenarnya, saya paling tidak menyukai momen perkenalan. Dari masuk SD hingga tamat SMA, saya hidup dan mengenal orang-orang tanpa ada yg namanya kenal-kenalan, salam-salaman, atau basa-basi lain, kecuali ada yang memulai duluan. Saya mengenal siapapun dalam sebuah lingkup pergaulan hanya memanfaatkan berjalannya waktu.
"Nana, Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia" ucapnya dengan senyum sumringah sembari menyodorkan tangan. Saya menyambut, ikut tersenyum, dan menyebutkan nama. Ada yang saya ingat, Uwak (istri dari kakak ibuku) pernah bercerita, keponakannya (tepatnya anak dari adik Uwak) dengan nama Nana, juga masuk ke universitas dengan jurusan yang sama dengan saya. Sayangnya kami tak pernah bertemu sebelumnya. Untuk memastikan kucoba bertanya ragu, "apa kamu Nana, keponakannya Uwak Melati?"
Ia menatap dengan ekspresi bingung, seperti memikirkan sesuatu "Iya. Ah.. apa kamu Bella yang tinggal di rumahnya?" saya mengangguk. #flashbackoff sejak saat itu saya dan Nana menjadi akrab. Nana yang awalnya in the kos akhirnya juga memutuskan untuk tinggal bersama Uwak Melati semester ini. Btw, Uwak Melati dan keluarga adalah orang-orang yang tidak punya seribu keribetan. Tidak terlalu cerewet. Juga tidak resek. Penuh kasih sayang. Tak banyak aturan dan sebaginya. Tinggal bersama mereka tak ubahnya tinggal di rumah sendiri, mereka menjelma menjadi Bapak dan Ibu kandung. Saya selalu merasa terjaga.
***

Tidak ada jam kampus hari ini, Nana dan saya hanya mengais ilmu dari pembimbing sebagai bekal tugas akhir. SKRIPSI. Dan yang kami ajukan, baru judulnya. Sungguh tidak gampang mengatur waktu, karena sebelumnya kami di tugaskan di sekolah. Magang 3. Menjadi guru sejenak. Mendapat guru pamong yang lebih "killer" dari dosen-dosen saya, sudah berjuang sekeras tenaga tetapi diapresiasi dengan nilai seadanya. Tetapi, kesal tak akan menyelesaikan masalah. Kata 'tak adil' takkan membuat keadaan berubah.
Tiba di kampus lalu menunggu. Lagi-lagi saya dan Nana mendapat pembimbing 1 yang sama, dosen yang paling berpengaruh di prodi kami, paling disegani diantara dosen yang lainnya, paling dihindari untuk menjadi pembimbing skripsi bagi mahasiswa lain, tetapi bagi saya dia adalah masternya teori sastra di universitas ini, sejurus dengan penelitian yang akan saya kerjakan.

Tantangan yang membuat lebih degdegan, saya disuruh pembimbing 2 untuk menghadap pembimbing 1 terlebih dahulu karena basic pembimbing 2 lebih pada persoalan kependidikan, sedangkan aturannya harus disetujui pembimbing 2 terlebih dahulu untuk menghadap ke pembimbing 1. Tetapi, rasa takut ini tidak menghancurkan  niat untuk mencoba menemui pembimbing 1. Dan… ternyata benar, hari itu saya dibimbingnya setelah seharian menunggu bergabung dengan jadwal bimbingan Kakak Tingkat (yang belum diwisuda). Ia mempersoalkan tentang teori, dan mempertanyakan mengenai judul yang saya ajukan. “Kamu baru S1, bukan S3. Ambil satu pokok masalah saja!” cacatnya setelah membaca judulku. Pengalaman pertama mengajukan judul tergoreskan catatan zonk ACC pada diary skripsiku. “Nanti judul ini kau lanjutkan S2!” ujarnya, sedikit menggoda santai. Moodnya tampak begitu baik hari itu. Dia menyarankan untuk memperpendek judul dan mengumpulkan teorinya terlebih dahulu, kemudian menghadap ia lagi.

Tidak menyerah, saya dan Nana mempetualangi pustaka dan tokoh buku di kota ini. TEORI ITU ENTAH DI MANA!? Karena terlalu pusing, saya memutuskan untuk merubah judul penelitian yang akan diajukan, begitu pula dengan Nana. Kami mengahap ke-2 kalinya, "ini cakupannya terlalu luas!" komentar pembimbing 1 kami itu, padahal teori tentang itu sudah cukup terkumpul. "Kamu ambil yg bagian ini saja!" Sarannya. Saya dan Nana mendapat kasus yg sama, bimbingan ke-2 gagal lagi ACC.

"Besok Bunda masuk?" Kuberanikan diri untuk bertanya jadwal.

"Iya, besok saya jam satu di C6!"
Di dalam hatiku seolah berkata "Yeay" tunggu kami esok.

Hujan sedang menghiasi November, saya dan Nana kembali melaju. "Jangan menyerah, Bel. Kita baru dua kali mengajukan judul, tak apa ditolak, bagaimana mereka yang sudah sampai tujuh kali-an itu. Setiap hari, ya tiap hari kita hadapi. Yang penting ACC. Kita buat ia pusing dengan wajah kita haha" semangat Nana yang saat itu sedang mengendarai motor dan aku duduk di boncengannya.

"Iya, Na, kamu benar, dan sebetulnya kita masih punya banyak waktu, mari memanfaatkan dengan sebaik-baiknya!! Haha.." jawabku.

Bimbingan ke-3, masih dengan cerita tentang menunggu. Menunggu hingga sang pembimbing selesai mengajar adik tingkat. Menunggu di kursi tunggu. Bermain dengan motivasi dan sedikit cekikan gila, membahas hal yang kadang di luar logika bersama Nana, Jono, dan Adi yang juga sedang memperjuangkan tanda tangan wanita tua hebat itu. Dan, 2 jam menunggu, pembelajaran selesai, bergegas kami masuk ke ruangan itu. Dengan pertanyaan menegangkan, jawaban yang menguji percaya diri, dan lapar yang bergetar... lingkar tinta pena menyentuh berkas yang saya ajukan, dan bahagia ini lebih dari jatuh cinta. Seperti menemukan harta karun yang tersembunyi ribuan tahun. ACC! Akhirnya ACC!! Begitu pula dengan Nana, tetapi Jono masih dipersoalkan tentang teori. Sedangkan Adi, juga memperoleh tanda tangan di laporan magangnya.
***

Satu tantangan lagi, tanda tangan pembimbing 2. 
Sabtu pagi, pesanku mendapat balasan. "Bapak sedang ada kegiatan di Seluma, temui saya jam 19.00" tertera satu alamat menyertai pesan itu. Lagi-lagi pertanda bagus.
Usai magrib, tepatnya pukul 18:40 gerimis masih setia, dan perjanjiannya 19.00 WIB harus sudah berada di rumah pembimbing 2.  Saya tak mau kalah dengan absolut merah yang tidak pernah mau menyerah, begitu gagah untuk dikendarai. Mempermasalahkan hujan tak cukup menjadi alasan. Pacu! Masih bersama Nana, meski tak satu pembimbing, masih ia yang menemani dan senin pagi giliran saya yang akan menemaninya menghadap pembimbing 2. Setengah perjalanan rinai gerimis berganti hujan, kuyup jika tak berhenti. 10 menit berteduh di tempat aman, warnet yang sedang sepih pengunjung,  hujanpun redah. Absolut merah itu kembali melaju. Sesuai arahan google map, aku  dan Nana tiba tetapi masih tak berani melangkahi pagar rumahnya karena tak mau di cap kurang sopan sebab suara adzan isa sedang menggemah. Lagi-lagi menunggu. 5 menit adzan usai, saya dan Nana memberanikan diri masuk ke pekarangan rumah orang penting yang kabarnya beberapa hari lagi akan dilantik menjadi rektor ini, sebab rektor universitas kami mengundurkan diri, terlibat dalam mencalonkan diri menjadi anggota dewan tahun depan.

Menegangkan. Hujan semakin deras. Seorang wanita tua membuka pintu depan rumah, “Bisa bertemu Bapak, Bu?” Tanya saya setelah menyalimi tanggannya.
“Bapak ada di belakang, lewat pintu samping saja” sarannya, aku dan Nana pun pergi ke arah teras samping. Suara hujan menyamarkan ketukan tangan saya pada pintu samping rumah Pembimbing 2, berkali-kali mengucap salam pintu tak kunjung terbuka. Kembali menunggu beberapa menit. Dan, yess pintu ‘harapan’ itu terbuka, dia keluar, Bapak tua berkepala plontos. Ia duduk, memeriksa berkasku. “Kenapa harus ini?” ia menunjuk sebuah kalimat. Berbekal pengetahuan dan teori yang saya ketahui saya pun memberi jabaran dan sedikit bercerita tentang penelitian yang akan saya lakukan nantinya. Dan pena kemenangan itu kembali tergoreskan di atas nama dan nomor NIP –nya. Asyik, bahagiaku lebih dari mendapat tanda tangan artis internasional.

Pagi Senin, giliran Nana yang menghadap, pembimbing 2 nya sempat mengomel karena judul yang Nana ajukan pertama kali ditolak pembimbing 1 walaupun sudah ia setujui. Namun, setelah itu ia menggoreskan alias menyetujui kembali judul yang Nana ajukan.

Yeay, Asyik, judul kami disetujui!!!!!

Sudah bisa start menggarap penelitian sekarang!!!!!

Kamis, 06 Desember 2018

ABOUT ME AND ALL ABOUT GEMBEL KAMPUS: The Series


Jangan dibaca jika tidak diselesaikan!



Kantin, kafe, bioskop, hanya menjadi segelintir dari begitu banyak tempat tongkrongan anak-anak hits di kota ini. Menghabiskan waktu dengan bersenang-senang, mengunjungi tempat-tempat kekinian bersama teman, menggapai momen dengan swafoto hingga puas, ataupun menghapus sepi dengan tawa membicarakan hal yang kadang diragukan jelasnya, belakangan menjadi hobi yang menyandang track record tertinggi di kalangan kawula muda. Biasanya, mahasiswa tingkat awal adalah sinar terbesar kegiatan-kegiatan tersebut.

Di zaman serba canggih ini, semua seakan MAGIC! Serba instan menggapai semua yang dirasa sulit dahulu kala. Manusia unjuk gigi menguasai segala hal yang sedang trand setiap waktunya, mengikuti berbagai chalange dunia. Gaya hidup yang serba poya-poya baik materi dan waktu, tak lagi menjadi kekuasaan mahasiswa tingkat akhir seperti halnya Bella dan Nana. Mereka harus siap menerjang topan, gempa bumi, tsunami, badai besar, bahkan mungkin banjir yang akan menenggelamkan kota untuk bisa menggapai puncak toga.

Petualangan Bella dan Nana mengejar ACC dari pembimbing, mengharuskan mereka menjadi gembel yang sering mangkal di sudut kampus di salah satu Universitas yang ada di Kota Bengkulu. Gaya penceritaan yang santai dan khas, sedikit serius tetapi kocak, bertopik sesuai dengan zamannya, dan sisi kearifan lokal yang kuat, juga menjadi poin penting yang akan disuguhkan di dalam cerita ini. Nanti juga akan diberikan bumbu-bumbu percintaan untuk membuat cerita lebih menarik lagi, mencoba berperan memahami apa yang kalian butuhkan. Namun, NILAI EDUKASI tetap menjadi fokus terbentuknya seri cerita ini. 

Layaknya sebuah sinopsis, keterangan singkat di atas dirasa sudah cukup untuk membuat penggambaran sekilas tentang 'Gembel Kampus; the Series'.

ABOUT ME; Saya menulis gak pernah ada 'patokan', 'harus sempurna', 'cepat kerjain', 'deadline yg terjadwal', kecuali mau ngirim tulisan di sebuah perlombaan. Intinya saya hanya penulis iseng yang memanfaatkan waktu luang, layaknya menulis diary kalau moodnya dapet, feelnya ada, bahannya pasti...yaudah tulis! Tentang pengalaman itu kejadian yang saya alami atau bukan, tetap saja saya anggap diary karena dia sudah berani menyentuh sudut khayal yang kemudian membujuk saya untuk menulis. Anggap saja, 'GEMBEL KAMPUS; The Series' juga begitu.

"GEMBEL KAMPUS" adalah judul yang tercetus oleh salah seorang sahabat saya Siti Nurjanah namanya, karena terlalu sering ngosong gak jelas menunggu jam perkuliahan. Bukan karena sok-sok kerajinan, kami hanya mahasiswa kere yang tidak punya basecamp untuk membahagiakan diri. Kadang juga tangga masjid dan pohon-pohon rindang dekat gedung perkuliahan menjadi tempat ternyaman yang kami temukan.  Pengalaman tersebut membisiki saya untuk menciptakan sebuah karya produktif yang bertujuan untuk menginspirasi mahasiswa, terkhusus mahasiswa tingkat akhir untuk tidak bermalas-malasan mengerjakan skripsinya, memberi penggambaran bagaimana asyiknya menjadi mahasiswa kepada calon mahasiswa, dan membangkitkan kenangan kepada alumni ataupun mantan mahasiswa saat mereka sedang menjadi mahasiswa di tingkat akhir.

Tentang tokoh bernama 'Bella' saya hanya memanfaatkan kecantikan nama saya (ceileh haha) untuk menjadi tokoh  utama dalam cerita kali ini. PASARAN~ mungkin itu komentar beberapa orang saat tahu nama itu. Baik, saya terima penyataan tersebut, karena memang tokoh bernama 'Bella' tak diragu lagi ketenarannya. Dari cerita tertulis maupun layar lebar, lokal maupun luar negara, drama, action, komedi atau animasi...nama Bella sudah banyak digunakan dimana-mana. Di sekitar saya, penelusuran facebook, instagram, twitter, path, dan lainnya.. manusia bernama Bella menyebar dimana-mana. Tapi bagaiman pun, saya bersyukur di kasih nama Bella, karena seterkenal itu (namanya aja, orangnya enggak haha), Emak sama Bapak saya, memang yang paling the best lah dalam memberi nama haaahaaaa......

Menulis bisa dilakukan siapapun dan di manapun. Menulis adalah hal simpel. Menulis itu layaknya bernafas, memanfaatkan waktu menebar kebaikan dengan menginspirasi orang banyak. Namun, tantangannya adalah MINAT BACA yang menyedihkan. Apalagi bentuk tulisan saya yang kadang terlalu berat pengimajiannya (boleh cek caption instagram saya #promosi :D) dirasa kurang cocok untuk dimasukan ke dalam tulisan blog, saya hanya takut buat pembaca pusing, lalu berpaling. Nah maka dari itu, saya sedang belajar untuk menguasai bahasa kids jaman now yang bisa dibilang gado-gado karena super gak terarah wkwk tetapi tetap oke kok, selagi kita masih menghormati dan menjunjung tinggi bahasa persatuan kita. BAHASA INDONESIA.

 Sebatas itu aja kali yak, lebih panjang nanti mala makin membosankan. SELAMAT MEMBACA SERI CERITA YANG AKAN SEGERA SAYA POSTING. SEMOGA SUKA. SEMOGA DAPAT MENGHIBUR. SEMOGA MENGINSPIRASI. SEMOGA BERMANFAAT. SEMOGA DAPAT MENGUSIR GALAU. SEMOGA BISA NGASIH SEMANGAT. SEMOGA BISA MENGUSIR MALAS. SEMOGA GAMPANG DI MENGERTI. SEMOGA MEMBUATMU JADI SENANG MEMBACA.

SEMOGA... SEMOGA... SEMOGA... 
SEMOGA CERITA INI GAK MENTOK KAYAK SKRIPSI KITA 😂😂
 #eh pisssss... 

GEMBEL KAMPUS: The Series (Part1)

Dialog Hujan dan Tanda Tangan "Na, cepat! Sudah jam berapa sekarang? Lelet sekali!" Nana memang begitu, wanita yang super ribet...